KESOMPLAKAN TELEVISI MESIR
By: Muchammad Wachid Romadlon
Televisi pemerintah kudeta sibuk meliput insiden terbakarnya kantor polisi cabang Al-Warraq. Dengan semangat, penyiar TV mengatakan, "Tuh, Dah kita lihat bersama. Orang ikhwan membakar kantor polisi."
Untuk mencari dukungan, Aiman Nur pun, pimpinan partai “Masa Depan Baru” ia telepon. Ia tanya, "Bagaimana tanggapan anda tentang insiden ini?"
Ternyata tanggapan justru diluar dugaan, malah Aiman membuka kedok media dan polisi: “Saya berani mengatakan bahwa pelakunya aparat kepolisian. Kalau mau, saya beritahukan siapa saja pelaku pembakaran itu”.
Mendengar tanggapan ini, telepon pun diputus oleh pihak televiisi.
(dagelan media, tapi nyata )
___
Aneh dengan media Mesir? Tidak. Tidak aneh. Yang aneh binti ajaib itu orang senewen yang membenarkan media seperti itu.
"Jangan percaya para pembunuh, jika membunuh terasa ringan baginya, maka berdusta lebih ringan lagi... !!" (Abdullah Haidir, Lc)
Catatan Kebohongan Media Mainstream Mesir
(Sinai Mesir)
Sebetulnya kekuatan Islamis Mesir sangat kuat dan banyak serta sudah bisa menang melawan kudeta militer. Buktinya 45 hari lebih mereka mampu bertahan, walaupun sudah dibunuh secara massal jumlah mereka malah makin banyak. Hanya saja media-media mainstream Mesir memusuhi mereka, tak ada yang berpihak pada mereka, yang ada mereka malah banyak membohongi publik.
Ada beberapa kejahatan sekaligus kebodohan fatal yang dilakukan oleh media-media Mesir untuk membohongi publik:
-Ketika demo pro Islamis berlangsung tak satupun yang meliput. Mereka malah menayangkan sinetron, komedi, drama, atau acara memasak. Lalu mereka mengklaim tidak terjadi apa-apa. Inilah yang terjadi ketika demo-demo anti kekerasan sebelum 30 Juni lalu.
-Kalaupun mereka turun ke lapangan, yang di-shoot bukan demonstran, tapi jalanan yang bukan tempat demo. Jelas saja sepi, tak ada apa-apa. Seperti yang dilakukan ON tv di Alexandria siang tadi.
-Ketika dua kekuatan menggelar demo, mereka men-shoot dan men-zoom massa pro kudeta yang tak seberapa sehingga kesannya banyak. Atau mereka memutar gambar-gambar lama demo 25 Januari 2011 dan mengatakan itu live. Contohnya demo tanggal 26 Juli lalu setelah Sisi mohon mandat kepada rakyat pendukungnya untuk memberantas "teroris". Skenario terbodoh mereka adalah kenapa sampai ada perbedaan siang dan malam antara Tahrir dan Istana Ittihadiyah pada satu waktu.
-Ketika laporan reporter di lapangan berbeda dengan wacana yang disampaikan di studio, mereka buru-buru memutus sambungan karena alasan kualitas suara yang tidak bagus. Inilah yang dilakukan oleh Nile Tv beberapa waktu lalu terkait penyerangan terhadap warga Mesir di Sinai. Studio menyatakan pelakunya adalah oknum bersenjata, tapi reporter melaporkan serangan datang dari pesawat Israel hingga akhirnya laporan sang reporter diputus.
Ada banyak lagi pembohongan publik dan kesalahan fatal yang dilakukan oleh media-media Mesir, termasuk fitnah dan kebohongan tentang Rab'ah el Adawiyah. Sayangnya mereka juga tidak berani fair dengan media-media lain. Beberapa media yang cukup objektif seperti Aljazeera, Quds, Misr25 dan lainnya ditekan penguasa dan kameramennya bahkan dibunuh karena menampilkan gambar sesuai realita.
Termasuk masalah data korban pembantaian Rab'ah dan Nahdah yang sangat tidak masuk akal. Hanya meninggal ratusan padahal mereka diserang tanpa ampun selama 12 jam bertubi-tubi dan lokasinya dibumi hanguskan. Ketika Masjid Rab'ah hangus dibakar media mana yang meliput? Tapi ketika gereja diserang, media meliputnya rame-rame dan membuat berita selebay mungkin.
Kejahatan serupa tak hanya dilakukan oleh media-media elektronik, tapi juga dilakukan oleh media-media cetak. Begitu banyak koran-koran milik pendukung rezim Mubarak, dari koran liberal hingga yang tak bermutu sekalpun yang terus diterbitkan untuk membodohi masyarakat. Maka sangat tepat strategi Islamis ketika revolusi 25 Januari selesai, mereka kemudian mendirikan Tv Misr 25, Amgad, dan beberapam chanel Islam yang kini ditutup rezim kudeta. Keberadaan media-media ini sangat penting sebagai sarana informasi yang akan mengimbangi dan mencounter kebohongan media-media sekuler serta mencerdaskan masyarakat. Ketika media-media itu telah dibredel, maka yang beredar hanya pembodohan dan penipuan publk.
Jadi tantangan terbesar saat ini sebetulnya bukan kekuatan tentara Sisi atau aksi brutal para preman dan polisi-polisi rezim Mubarak, tapi media yang sudah dikendalikan oleh kepentingan mereka dan terus melakukan pembodohan. Keberhasilan Tamarrud 30 Juni bukanlah pada realita, tapi ada pada wacana yang mereka jual terus menerus lewat media-media cetak dan elektronik.
***
Begini Cara Media Lokal Mesir Beritakan Pro Mursi
(Republika)
Pekan-pekan terakhir menjelang pecahnya pembantaian di Rabba al Adawiya, alun-alun tersebut diberitakan menjadi tempat berbagai penyakit aneh oleh media lokal.
Kantor berita milik pemerintah melaporkan, aksi duduk ribuan pendukung Presiden Muhammad Mursi tersebut dilaporkan penuh dengan penyakit karena kebersihannya yang kurang.
Tidak hanya itu, media pun menulis terdapat fatwa untuk mengijinkan warga yang belum menikah untuk berhubungan seksual demi mendukung jihad. Mereka pun menulisnya dengan jihad seksual. Ada juga pemberitaan tentang pesawat tanpa awak yang mencurigakan melayang di atas kamp para demonstran seakan memberi perlindungan.
Aljazeera menulis, penyakit kudis tidak pernah terjadi. Ungkapan jihad seksual ternyata hanya sebuah pertanyaan di laman facebook Ikhwanul Muslimin yang berkembang menjadi rumor. Sementara, drone yang terbang merupakan pesawat pembawa kamera untuk mengambil gambar unjukrasa.
Tuduhan dan pemberitaan tersebut adalah indikasi yang kuat di media sosial, outlet pribadi, dan stasiun radio milik pemerintah, saluran televisi, dan koran sejak protes nasional meletus pada 30 Juni.
Sesaat sebelum kudeta Muhammad Mursi, media pemerintah negara mulai mengubah nama elit politik yang berkuasa. Mantan politisi pro Mursi cepat menjadi "teroris". Sebagian saluran publik mulai menjalani kampanye untuk mengubah citra publik Ikhwanul Muslimin dan cabang politiknya, Partai Kebebasan dan Keadilan, sebagai musuh negara.
Media Mesir cepat mencap Ikhwanul Muslimin sebagai "teroris" dengan penciptaan narasi sendiri. Media lokal pun mengembalikan IM kembali ke setengah abad penindasan di bawah penguasa.
Menurut HA Hellyer, seorang analis yang berbasis di Kairo di Brookings Institute, media Mesir tak banyak memberitakan aksi penembakan militer kecuali untuk menyebutnya sebagai melawan teroris.
Hellyer mengatakan, "Tidak inisiatif untuk akuntabilitas atau penyelidikan [atas penembakan] karena liputan media."
Ahmed Tourk, seorang karyawan sebuah saluran kesehatan milik negara, menggambarkan, iklim politik dalam markas televisi pemerintah seperti yang dituduhkan sangat politis dalam mendukung rezim junta militer saat ini. "Sebagian besar media pemerintah benar-benar bertentangan Rabaa," katanya tentang protes pro-Mursi kepada Aljazeera.
Menurut Tourk, penyiar negara dipaksa untuk tetap pada narasi yang jelas karena bias anti-Morsi di antara beberapa wartawan dan tekanan dari pejabat pemerintah. "Beberapa produsen merasa buruk tentang apa yang terjadi di Rabaa, tetapi karena saluran, mereka hanya menyiarkan satu pendapat," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar