PKS bukan Mie Instan!
By: Nandang Burhanudin
****
Semua pasti kenal dan pernah merasakan yang namanya mie instan.
Karakternya hampir sama: cepat saji. mudah dibawa. Namun harus diingat,
efeknya tidak tahan lama, mudah basi, dan tentu menurut penelitian ahli
medis: berpenyakit!
Ada yang bertanya, mengapa kader-kader PKS begitu solid malah makin solid setelah kasus LHI?
Jawabannya mudah:
PERTAMA: Interaksi kader-kader PKS di semua jenjang tidak
berlangsung instan, minimal 3-6 tahun. Waktu selama itu, dipastikan
cukup mengenal karakter-tabiat-dan watak seorang kader yang pasti
berbeda satu sama lain.
Dalam interaksi itu, plus-minus sebagai manusia jamak terjadi. Ada
masalah hutang piutang, masalah RT, ketersinggungan, hingga masalah
komitmen. Layaknya manusia kebanyakan, hal itu lumrah terjadi dan bisa
diselesaikan secara kekeluargaan. Namun jika tuduhan itu hingga tingkat:
hobi main perempuan, hobi korupsi, nampaknya terlalu mengada-ada dan
semua kader pasti merasa tersinggung dan menolak keras.
KEDUA: Setiap kader yang ditunjuk mewakili PKS, tugas utamanya
adalah BERDAKWAH. Jadi apapun di PKS, sifatnya bukan TAKRIM (pemuliaan)
tapi TAKLIF (penugasan).
Memang, yang paling mencolok dari interaksi sosial kader-kader PKS
adalah setelah banyaknya kader-kader yang "DITUGASKAN" berdakwah di
parlemen, eksekutif, birokrasi, dan level-level "basah" lainnya.
Fitnah "basa-basah" ini mulai memunculkan syakwasangka. Entah karena
kesibukan atau miskomunikasi, fitnah ini pula yang membuat beberapa
kader "merasa" disingkirkan. Padahal jika sadar akan misi awal
berdakwah, tak akan ada yang merasa termarjinalkan.
Namun, faktor tabiat dan karakter bawaan tadi, tak sedikit memunculkan
ketersinggungan. Seakan ada "gap" jika seorang kader sudah menjadi
Gubernur, Bupati/walikota, Aleg DPRRI atau DPRD. Kader-kader dibawah
terjangkiti "ghil" (ketidakenakan hati), bahwa jerih payah mereka
dilupakan. Sebaliknya para qiyadah merasa, tugas sebagai pejabat publik
teramat banyak. Di sini sekali lagi, masalah komunikasi dan interaksi
sosial paling menentukan.
KETIGA: Sistem Pembinaan PKS terstruktur dan massif.
Inti dari pembinaan di PKS sebenarnya lebih pada penekanan Hablum
minallah dan hablumminnas. Namun direalisasikan dalam KERJA NYATA
membangun negeri dengan penuh dedikasi tinggi.
Banyak yang menghubung-hubungkan PKS dengan IM di Mesir. Ini tidak
terlalu salah. Karena memang buku-buku inspirasi pergerakan PKS, banyak
menggunakan buku-buku IM, gerakan paling produktif di dunia. Disamping
tidak menafikan buku-buku dari Salafy, Persis, NU, Muhammadiyah juga
digunakan sebagai pembanding memahami realitas.
Target jalinan cinta dengan Allah adalah: terlatih khatam-hafal
Al-Qur'an, Qiyamullail, Shaum Sunnah, Zakat, Haji. Selain itu dilatih
juga untuk menjalin cinta dengan manusia melalui Yayasan, Sekolah,
Baksos, Rumah Sakit, Shadaqah, Kurban, Olah raga, Kerja Bakti, dan
menjadi donatur atau fasilitator bagi masyarakat tidak mampu. Maka
prinsip PKS dalam interaksi sosial adalah:
1. Manjauhi perdebatan masalah ikhtilaf FIQH. Di PKS, kita akan temukan
kader-kader dengan latarbelakang berbeda bahkan berasal dari semua ormas
yang masih satu kiblat, satu Nabi, satu Al-Qur'an, hanya berbeda
pemahaman Fiqh saja.
2. Menjauhi kebanggaan masalah suku atau asal muasal kedaerahan. Di PKS,
biasa terjadi pengurus DPW-DPD di Jabar dipimpin kader-kader dari etnis
Jawa, Makassar, atau Sumatera. Namun di daerah lain pun sama, di
Jateng-DIY-Riau-Kaltim-Sumatera banyak kader-kader etnis Sunda yang
menjadi pengurus teras di PKS.
3. Menjauhi kebanggan gelar pendidikan, dan delegasi penugasan (tauzhif)
diberikan atas dasar kafaa'ah (kemampuan) bukan karena asal bergelar
pendidikan. Maka di PKS, seorang kader yang berprofesi sebagai tukang
bangunan bisa jadi memimpin grup halaqoh yang diisi sarjana.
KEEMPAT: Misi besar PKS adalah menghadirkan keadilan dan
kesejahteraan, yang otomatis tantangannya harus berhadapan dengan
mafia-mafia penguasa negeri ini.
Maka kader-kader PKS dari awal sudah sadar, efek dari komitmen membangun
kemandirian negeri dan bangsa, akan dibenturkan dengan berbagai fitnah.
Di sini, Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna mengingatkan:
"Wahai Ikhwan, sungguh aku sama sekali tak khawatir jika seluruh dunia
bersatu untuk melibas kalian. Sebab dengan izin Allah, kalian lebih kuat
daripada mereka. Tapi aku khawatirkan 2 hal menimpa kalian:
1. Aku khawatir kalian melupakan Allah, hingga Allah membiarkan kalian.
2. Atau kalian melupakan ikhwah-ikhwah, hingga akhirnya satu sama lain saling memperdayai."
Jadi, sikap solid kader-kader PKS bukan didasari kegilaan pada qiyadah,
atau ketaatan buta terhadap pengurus partai, namun lebih didasari pada
kenyataan: Tidak mudah menemukan komunitas yang memadukan keshalihan
ritual-sosial dengan langkah nyata di tataran nyata dan berefek komunal.
Jadi bila ada kader semisal Margono, maka bisa dipastikan ia adalah kader Mie Instan!