|
Anis Matta (Tengah) |
"Virtualitas PKS"
Oleh Ribut Lupiyanto
Twitland belakangan ini ramai oleh kicauan menyambut bergabungnya Presiden SBY di Twitter dengan akun @SBYudhoyono.
Pro dan kontra, apresiasi dan caci maki, hingga apatis dan iseng
mewarnai sambutan warga Twitland. Itulah realita yang terjadi dan memang
sudah menjadi fenomena membudaya di dunia maya kita. Lepas dari hal
itu yang patut dicermati adalah fenomena berbondong-bondongnya parpol
dan politisi bergerilya ke dunia maya.
Memasuki tahun politik aktivitas dunia maya khususnya jejaring sosial
semakin ramai dan panas. Salah satu hal yang menarik dan belum pernah
diatur pada Pemilu 2009 adalah masuknya kesempatan parpol berkampanye
melalui media virtual. Peraturan KPU No 01 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Kampanye Pemilu pada Pasal 20 menegaskan bahwa kampanye
pemilu salah satunya dapat berbentuk layanan pesan singkat dan jejaring
sosial melalui Facebook, Twitter, email, website dan lainnya yang
bertujuan mempengaruhi atau mendapat dukungan. Hal ini perlu diapresiasi
sekaligus dapat dioptimalkan oleh partai politik dan caleg.
Demokrasi di era informasi sangat kental dengan politik citra. Yasraf A.
Piliang (2005) menyebutkan fenomena politik seperti ini sebagai
ontologi citra (being images). Politik citra memiliki konotasi
positif sekaligus negatif. Politik citra yang positif hanya mengemas
realita agar benilai politis, sedangkan politik citra negatif adalah
mempolitisasi atau merekayasa suatu keadaan dengan menyembunyikan atau
bersifat seakan-akan. Positif atau negatifnya politik citra yang hadir
sepenuhnya menjadi komitmen serta moralitas partai dan politisi. Lepas
dari isinya, kampanye virtual menjadi media efektif untuk melakukan
politik citra.
Virtualitas
Berbicara kemampuan virtual parpol, menarik untuk menjadikan PKS sebagai
studi kasusnya. PKS memasuki tahun politik 2013 dengan kondisi negatif.
Pascapenetapan LHI sebagai tersangka oleh KPK, PKS seakan berada di
titik lembah yang dalam. Tetapi sedikit demi sedikit PKS mampu
menetralisasi, bahkan berbalik membuahkan kemenangan di Pemilukada Jabar
dan Sumut.
Manajemen rapi dan kader solid adalah kunci utama keberhasilan PKS
melewati badai politik yang melandanya. Salah satu aksi yang digunakan
untuk menetralisasi keadaan adalah optimalisasi media sosial. Didominasi
kader melek teknologi PKS cukup cekatan untuk menguasai opini. Semua
kader, pengurus, dan pejabat publik konon diwajibkan untuk aktif di
jejaring sosial media.
Sejak 2010 PKS sudah membentuk ‘Satgas Online’ di seluruh Indonesia. PKS
di awal 2013 juga menggulirkan ‘Gerakan Sejuta Tulisan PKS’. Setiap ada
tulisan tentang PKS dipastikan akan banjir komentar. Setiap opini
tentang PKS juga sering menjadi trending topic. Bukti lainnya adalah
website PKS menjadi satu-satunya website parpol yang masuk “The Top 500
Sites in Indonesia”. Website PKS itu bukan milik DPP, DPW, atau DPD,
melainkan milik DPC (pengurus tingkat kecamatan) yang pasti dikelola
dengan keterbatasan. Website itu milik PKS Kecamatan Piyungan Kabupaten
Bantul Provinsi DIY (www.pkspiyungan.org). Menurut pemeringkatan Alexa
Internet-Inc (USA) menempati posisi ke-479 dari seluruh website dan
posisi ke-5 dari website Islam pada awal Maret 2013. Statistik website
ini menunjukkan angka fantastis yaitu rata-rata mencapai kisaran 100.000
kunjungan per hari.
Kiranya parpol lain dapat meniru strategi dan kemampuan virtual PKS.
Virtualisasi politik tentu akan banyak menekan ongkos politik yang
selama ini menjadi dilema. Virtualisasi politik juga akan menjadi pintu
pembuka menuju modernisasi pemilu. Gaya dan mekanisme virtual pun
dituntut bagi penyelenggara pemilu. KPU perlu memikirkan sistem online
dalam pendaftaran caleg, pendaftaran pemilih, hingga pemungutan suara.
BAWASLU dapat mengimplementasikan pula untuk pengaduan pelanggaran
pemilu. Bahkan, DKPP dapat menyelenggarakan sidang-sidang menggunakan
perangkat virtual. Jika hal ini terlaksana biaya pemilu yang disedot
dari APBN tentu dapat banyak ditekan dan dapat dialihkan untuk program
kesejahteraan rakyat.
Daya Elektoral
Parpol dan caleg sudah semestinya serius menggarap media virtual sebagai
sarana kampanye pemilu. Kementerian Kominfo RI mencatat pada tahun 2012
pengguna internet mencapai 55 juta orang, Facebook 44,6 juta orang, dan
Twitter 19,5 juta orang di Indonesia. Angka ini tentu menjadi pangsa
pasar politik yang potensial. Artinya, jika digarap serius maka bukan
tidak mungkin kampanye virtual akan jauh memiliki daya elektoral
dibandingkan kampanye konvensional.
Kampanye virtual memiliki daya jual bagi parpol dan caleg karena beberapa keunggulannya. Pertama adalah ramah lingkungan.
Kampanye ini sangat efektif meminimalisasi hadirnya sampah visual dan
fisikal di setiap musim kampanye pemilu. Hal ini sesuai amanat Peraturan
KPU Nomor 01 Tahun 2013 yang menggariskan bahwa kampanye harus
berprinsip ramah lingkungan. Kedua, kampanye virtual lebih efektif. Dalam waktu singkat kampanye ini mampu menjangkau wilayah luas dan objek pemilih yang tidak terbatasi oleh jarak dan luas. Ketiga, ongkosnya murah.
Biaya hanya dibutuhkan untuk desain, membuat domain, akses internet,
dan atau insentif admin. Biaya ini jauh lebih murah dibandingkan
kampanye tatap muka. Keempat, kampanye virtual dapat menekan praktek politik uang, sebab komunikasi tidak dilakukan dengan bertatap muka langsung. Kelima, memiliki ruang dan waktu yang tidak terbatas
dalam menyampaikan gagasan dan visi-misi politik. Kampanye ini juga
tidak menutup ruang komunikasi, karena pola dua arah masih bisa
dilakukan.
Prospek kampanye virtual yang menjanjikan tentu tidak lantas dapat
dimaknai dengan aplikasi tanpa batas. Regulasi kepemiluan harus tetap
ditegakkan. Etika komunikasi dunia maya penting pula untuk dijunjung
tinggi. Yang tidak kalah penting adalah praktek kampanye virtual mesti
memegang komitmen politik santun, bermoral, dan bertanggungjawab.
Kampanye virtual bukannya tanpa resiko dan hambatan. Hambatan datang
karena ketergantungan teknologi. Bagi caleg, susah menyeleksi mitra
komunikasi agar efektif dari daerah pemilihan setempat. Pelanggaran
hukum dalam pelaksanaannya juga sama sanksinya dengan kampanye
konvensional. Perlu diperhatikan sekali melakukan blunder dalam
berkomunikasi di dunia maya tidak mustahil akan justru kontra produktif.
Kunci pentingnya adalah bagaimana mengemas strategi berbasis isu dalam
kampanye virtual ini.
Sudah hampir 3 bulan jadwal kampanye berjalan, namun geliatnya masih
belum hangat. Semoga parpol tidak mengandalkan detik-detik akhir yang
berpotensi menghadirkan politik uang yang haram. Kampanye virtual adalah
alternatif, solusi, sekaligus strategi yang berdaya jual dan layak
dipertimbangkan. Rakyat yang akan memilah dan memilih mana yang positif
dan mana yang negatif. Kita tunggu sejauh mana virtualitas PKS yang kini
genap berusia 15 tahun mampu berbuah elektabilitas sesuai target 3
besar yang dicanangkan. []
*http://lupy-indonesia.blogspot.com/2013/04/virtualitas-pks.html