dakwatuna.com - Indonesia menghadapi delapan tantangan besar yang apabila tidak segera diselesaikan akan membuat proses pembangunan semakin berat dan Indonesia dapat kehilangan momentum emas menjadi negara yang secara ekonomi diperhitungkan dunia internasional.
Kedelapan tantangan itu diuraikan Wakil Ketua DPR RI Shohibul Iman saat berbicara di depan peserta konferensi internasional mahasiswa Indonesia yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok di Ying Jie Exchange Hall, Peking University (Sabtu pagi, 25/5).
Tantangan pertama menurut anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi, yakni sekitar 12 persen. Dia mengingatkan bahwa dalam RPJMN 2014 pemerintah memasang target tingkat kemiskinan turun menjadi 9 persen. Namun waktu yang semakin mepet membuat Shohibul khawatir target tersebut tidak terpenuhi.
Di saat bersamaan, sebagai tantangan kedua, kualitas SDM Indonesia juga rendah. Ini dapat dilihat dari tingkat lulusan SD sebesar 50 persen, sementara lulusan SMP sebesar 20 persen, lulusan SMA 12 persen, dan yang lebih memprihatinkan hanya 8 persen yang mengecap pendidikan tinggi.
“Struktur kualitas SDM yang seperti ini membuat Indonesia sulit memasuki tahap industrialisasi yang lebih tinggi lagi,” ujarnya dalam keterangan yang diterima redaksi.
Dia juga menyoroti ketimpangan ekonomi yang ditunjukkan rasio Gini semakin tinggi, yakni 0,41. Lalu, dari sisi pekerjaan formal dan informal terlihat bahwa sektor informal masih menjadi “primadona” yakni sekitar 60 persen.
Shohibul Iman juga menyoroti sektor energi yang masih terbilang payah.
Indonesia tetap tergantung pada sumber energi tak terbarukan, yakni minyak bumi sekitar 51 persen. Diikuti gas sebesar 28,5 persen dan batu bara sebesar 15,3 persen.
“Sementara panas bumi baru dimanfaatkan sebesar 1,32 persen. Padahal kita adalah negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, yakni 40 persen,” katanya lagi.
Dia menggarisbawahi proyeksi pemerintah di tahun 2025 yang memasang target penurunan penggunaan energi tak terbarukan, khususnya minyak bumi, menjadi sebesar 20 persen, dan gas sebesar 30 persen. Adapun penggunaan batu bara meningkat menjadi 33 persen dan energi alternatif akan didorong mencapai 17 persen.
Hal lain yang patut disayangkan adalah pembangunan sektor energi Indonesia juga sangat lambat. Pada periode 2004-2009, pemerintahan SBY memasang target pembangunan pembangkit listrik sebesar 10 ribu MW. Namun setelah berkuasa delapan tahun pemerintahan SBY hanya mampu membangun pembangkit listrik baru sebesar 3.000 MW.
Dua tantangan lain yang tak kalah penting untuk segera diselesaikan adalah reformasi birokrasi dan good governance serta penurunan indeks daya saing.
Di luar kedelapan tantangan itu, Shohibul melanjutkan uraian nya, ada tiga potensi yang saat ini dimiliki Indonesia.
Potensi pertama berkaitan dengan “bonus demografi” sepanjang dua dekade dari kurun 2010 hingga 2030. Dalam kurun ini jumlah penduduk angkatan kerja produktif lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk yang termasuk tidak produktif.
Potensi kedua adalah prospek ekonomi yang begitu besar. Saat ini Indonesia dinilai sebagai negara anggota g-20 terkuat ke-16 dari sisi potensi ekonomi.
“Selain itu, cadangan energi terbarukan kita juga masih sangat besar dan belum dikelola dengan baik,” demikian papar Shohibul. (am/rmol)
Redaktur: Saiful BahriTopik: Tantangan besar indonesia bidang ekonomi
0 komentar:
Posting Komentar