dakwatuna.com -
Ada nuansa berbeda yang kita rasakan dalam masa pemerintahan SBY jilid
dua ini. Bukan sekedar kerja yang tulus dan apa adanya untuk menjalankan
roda pemerintahan yang baik, tapi silih berganti dipertunjukkan
rangkaian drama yang disuguhkan kepada segenap rakyat negeri ini. Namun
yang menarik untuk dicermati sejak dari episode Antasari, Anggodo, Cicak
Vs Buaya, Bibit-Chandra, Susno Duaji, Nazarudin, Anas Urbaningrum
hingga kasus impor daging sapi yang melibatkan Ahmad Fathanah, LHI dan
PKS, serial drama ini tidak jauh-jauh dari lembaga yang namanya KPK.
Seolah
tidak ada lembaga selain KPK yang bisa memikat perhatian penonton agar
tidak bosan-bosan beranjak dari pertunjukan ini. Disamping isu korupsi
sudah sangat akrab bagi kita, juga kemampuan KPK menyuguhkan
manuver-manuver yang spektakuler dan menghibur, bahkan lebih domonan
daripada upaya serius menanggulangi dan mencegah korupsi itu sendiri.
Publik sudah terlanjur menilai KPK adalah lembaga Super Hero yang sangat
cekatan dalam menangani berbagai kasus. Penonton dibuat lupa terhadap
kasus-kasus besar lain yang melibatkan penguasa, terhanyut dalam serial
drama yang dikemas apik ini.
Di tengah apatisme publik
terhadap lembaga-lembaga negara, KPK didesain menjadi bintang yang mampu
menarik kepercayaan publik. Produk apapun yang diiklankan KPK akan
diterima oleh publik. Apapun yang dilakukan KPK akan dianggap benar.
Siapapun yang melawan KPK akan dianggap salah. Namun siapa yang bisa
menjamin bahwa nilai jual KPK yang sangat tinggi ini dimanfaatkan oleh
pihak-pihak tertentu dan disalahgunakan?
Dalam drama ini,
terkadang sang bintang awalnya muncul sebagai sosok antagonis, dicaci
maki dan disumpah serapahi oleh penonton, namun di tengah cerita
berbalik menjadi sosok protagonis. Sosok Susno Duaji atau Anas
Urbaningrum yang mengawali peran sebagai orang jahat, di tengah jalan
cerita berbalik menjadi pahlawan yang layak mendapat simpati dan
dukungan publik, sosok yang terdzhalimi dan dikorbankan pihak lain
sehingga harus dibela, sosok yang dianggap menjadi saksi kunci sehingga
diharap-harapkan oleh publik membantu mengungkapkan kasus secara tuntas.
Terkadang
sang bintang awalnya muncul sebagai sosok protagonis, hingga penonton
dengan sukarela menggalang dukungan, memberikan pembelaan, dan
menjadikannya sebagai tumpuan harapan. Namun di tengah cerita berbalik
menjadi sosok antagonis, ditampakkan kesalahan-kesalahannya, sehingga
menuai cacian dan kekecewaan dari publik. Seperti inilah yang terjadi
pada sosok Candra Hamzah.
Tidak hanya cerita yang menarik,
publikasi yang dikemas apik oleh media, bahkan melibatkan sejumlah
selebritis sungguhan menjadikan serial drama ini tontonan yang
menghanyutkan, menjadi buah bibir dan menuai kesuksesan di tengah sikap
apatis publik terhadap politik. Perhatian kita tersita (bahkan
teralihkan), kita sibuk dengan berbagai komentar, dugaan, prediksi,
dukungan dan cacian atas apa yang mereka perankan. Tapi satu hal yang
pasti, kebanyakan kita sejujurnya tidak mengerti alur cerita dan motif
sebenarnya pembuatan serial drama ini.
Namanya saja drama,
meski dibuat serapi mungkin, tetap saja banyak adegan yang janggal,
terkesan dibuat-buat dan tidak alami. Namun satu hal yang tidak bisa
kita kesampingkan, efek dari drama ini menyangkut kepentingan bangsa
termasuk kita-kita.
Kamis, 23 Mei 2013
KPK Dan Serial Drama Yang Dipertunjukkan Untuk Rakyat
5/23/2013 08:56:00 PM
PKS Purworejo Dapil 3
0 komentar:
Posting Komentar